Berdasarkan hasil pemeriksaan kas pada Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan diketahui, tempat penyimpanan uang kas bendahara disimpan di rumah, dompet/saku pakaian, tas pribadi atau rekening pribadi. Gawat!

MODUSACEH.CO | Pengelolaan keuangan daerah meliputi kegiatan-kegiatan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Dalam Neraca per 31 Desember 2019, Pemerintah Kota Lhokseumawe melaporkan saldo Kas sebesar Rp17.049.566.270,89.

Selain tiga rekening, terdapat rekening yang dikelola Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan di Satuan Kerja Perangkat Kota (SKPK). Pertama, satu rekening titipan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada Bank Aceh Syariah.

Kedua, ada 44 rekening Bendahara Pengeluaran SKPK (termasuk delapan rekening rutin untuk Bagian di Sekretariat Daerah) pada Bank Aceh Syariah. Ketiga, satu rekening penyaluran zakat yang dikelola Baitul Mal pada Bank Aceh Syariah.

Sementara dua rekening penerimaan dana zakat dan infaq dikelola Baitul Mal pada Bank Aceh Syariah. Selain itu, ada 76 rekening dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada Bank Aceh Syariah dan 76 rekening sekolah pada Bank Aceh Syariah.

Masih ada lagi. BPK mencatat, ada enam rekening dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola Bendahara Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) pada BNI.

Sementara, enam rekening dana non kapitasi JKN di FKTP pada BNI. Enam rekening Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada Bank Aceh Syariah. Lima rekening Taman Kanak-Kanak (TK) pada Bank Aceh Syariah dan satu rekening Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) pada Bank Aceh Syariah.

Pemeriksaan atas pengelolaan kas oleh Kuasa BUD, Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran SKPK diketahui, terdapat beberapa kelemahan.

Misal, rekonsiliasi pencatatan penerimaan daerah, tidak dilaksanakan pada Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Pemerintah Kota Lhokseumawe, yang merupakan rekening yang dikelola BUD dan Kuasa BUD. Berfungsi sebagai rekening utama yang menampung seluruh penerimaan kas.

Penerimaan yang ditampung di RKUD tersebut diantaranya berasal dari dana transfer pemerintah pusat, dana transfer pemerintah provinsi, hasil investasi, setoran dari Wajib Pajak (WP), setoran dari SKPK pemungut Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta pengembalian belanja.

Pencatatan penerimaan pajak daerah ditatausahakan Bidang Pendapatan Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD), penerimaan retribusi daerah oleh SKPK pemungut, dan penerimaan zakat serta infaq yang dilaksanakan Bendahara Penerimaan Sekretariat Baitul Mal.

Penerimaan-penerimaan selain PAD, zakat dan infaq ditatausahakan oleh Bendahara Penerimaan Pejabat Penatausahaan Keuangan Daerah (PPKD). Nah, dari hasil pemeriksaan terhadap register penerimaan dan walktrough terhadap proses pengelolaan RKUD oleh Kuasa BUD diketahui.

Pertama, nilai penyetoran penerimaan daerah yang tercantum pada Surat Tanda Setoran (STS) dalam Register Penerimaan tidak sama dengan jumlah setoran di RKUD.

Kedua, masih terdapat setoran penerimaan PAD ke RKUD yang digabung meski pun jenis penerimaannya berbeda dan ada yang dipecah. Akibatnya, menyulitkan untuk menelusuri dan mencocokkan dengan bukti pencatatan dalam register penerimaan.

Ketiga, proses rekonsiliasi terhadap penerimaan kas antara Bendahara Penerimaan PPKD, Bendahara Penerimaan SKPK dengan Bidang Akuntansi BPKD tidak pernah dilakukan. Bendahara Penerimaan PPKD dan Bendahara Penerimaan SKPK hanya melakukan pencatatan dan pengidentifikasian penerimaan menurut dokumen sumber masing-masing.

Ironisnya catat BPK, apabila terjadi perbedaan atau selisih pencatatan, maka tidak pernah diketahui dan teridentifikasi segera. Sebaliknya, bidang akuntansi BPKD hanya melakukan pengidentifikasian dan penelusuran atas selisih pencatatan yang terjadi pada saat penyusunan laporan keuangan di akhir tahun anggaran.

Keempat, rekening giro Dana BOS tidak memperoleh bunga bank dan dilakukan pemotongan biaya administrasi untuk menampung dana BOS dari seluruh sekolah yaitu, Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di lingkungan Pemerintah Kota Lhokseumawe. Mereka telah membuka rekening pada PT Bank Aceh Syariah. Pembukaan rekening giro tersebut ditetapkan dengan Surat Keputusan Walikota Lhokseumawe, Nomor 280 Tahun 2018.

Hasil pemeriksaan terhadap rekening koran bank atas dana BOS di Bank Aceh Syariah diketahui, seluruh rekening giro dana BOS tidak memperoleh jasa giro dan dilakukan pemotongan biaya administrasi oleh pihak bank. Pemotongan biaya administrasi bank untuk biaya cetak rekening koran dan biaya buku cek.

Menariknya, sisa lebih dana BOS digunakan untuk belanja yang belum disepakati. Selain itu, penggunaan dana BOS diprioritaskan untuk kegiatan operasional sekolah dan harus didasarkan pada kesepakatan dan keputusan bersama antara Tim BOS Sekolah, Dewan Guru, dan Komite Sekolah.

Hasil kesepakatan tersebut harus dituangkan secara tertulis dalam bentuk berita acara rapat dan ditandatangani peserta rapat. Kesepakatan penggunaan BOS harus didasarkan skala prioritas kebutuhan sekolah, khususnya untuk membantu mempercepat pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan/atau Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Selain itu, penggunaan dana BOS dapat digunakan untuk belanja buku teks utama untuk pembelajaran sekolah, biaya untuk pelaksanaan yang sifatnya kegiatan, biaya pemberian honor nara sumber yang mewakili instansi resmi dan pembayaran upah berupa pekerjaan fisik.

Nah, dari hasil pemeriksaan BPK terhadap mutasi rekening koran dana BOS di Bank Aceh Syariah dan konfirmasi dari pengelola dana BOS diketahui. Sisa lebih dana BOS tahun 2019 sebesar Rp779.762,00 pada Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Blang Mangat, digunakan untuk belanja yang belum didasarkan kesepakatan dan keputusan Bersama antara Tim BOS Sekolah, Dewan Guru, dan Komite Sekolah.

Hanya itu? Nanti dulu. Penatausahaan kas oleh Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan, juga tidak tertib. Padahal, sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, Walikota Lhokseumawe melimpahkan sebagian kekuasaannya kepada kepala satuan kerja perangkat daerah sebagai pengguna anggaran.

Dan, dalam melakukan penatausahaan pengeluaran dan penerimaan kas, pengguna anggaran dibantu bendahara pengeluaran dan bendahara penerimaan.

Penetapan bendahara pengeluaran dan bendahara penerimaan berdasarkan Surat Keputusan Walikota Lhokseumawe, Nomor 474 Tahun 2019, tentang Penetapan Pejabat Pengguna Anggaran, Bendahara Pengeluaran,dan Bandahara Penerimaan di Lingkungan Pemerintah Kota Lhokseumawe.

Tragisnya, hasil pemeriksaan kas pada bendahara pengeluaran dan bendahara penerimaan pada tujuh SKPK di lingkungan Pemerintah Kota Lhokseumawe menunjukkan. Pengamanan kas Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan belum memadai.

Berdasarkan hasil pemeriksaan kas pada Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan diketahui, tempat penyimpanan uang kas Bendahara Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Dinas PUPR), Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Pangan (Dinas KPPP), Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dinas Dukcapil), Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja (Dinas PM dan PTSPTK), Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP dan WH), serta Dinas Perhubungan disimpan di rumah, dompet/saku pakaian, tas pribadi, atau rekening pribadi.

Hasil konfirmasi dengan bendahara menyatakan, alasan tidak menyimpan uang persediaan di brankas karena brankas telah rusak. Kedua, keterlambatan penyetoran pendapatan oleh Bendahara Penerimaan. Berdasarkan hasil pemeriksaan kas pada Bendahara Penerimaan diketahui, Bendahara Penerimaan Dinas PM dan PTSPTK menyetorkan uang hasil penerimaan PAD ke RKUD tidak dalam waktu satu hari dengan dibuktikan penyetoran tanggal 12 Februari 2020, Rp13.500.000,00 atas penerimaan PAD sebelumnya.

Bendahara Penerimaan Dinas Dukcapil juga menyetorkan uang hasil PAD ke RKUD sebesar Rp3.700.000,00 untuk penerimaan satu minggu. Selanjutnya hasil rekonsiliasi Buku Kas Umum (BKU) dengan STS Bendahara Pengeluaran Dinas Dukcapil, untuk penerimaan Tahun 2019 sebesar Rp1.860.000,00 disetor melewati tahun yaitu tanggal 2 Januari 2020.

Selain itu, penggunaan UP pada Dinas KPPP tidak sesuai ketentuan. Berdasarkan hasil pemeriksaan kas pada Bendahara Pengeluaran Dinas KPPP tanggal 13 Februari 2020 diketahui, sisa saldo di BKU sebesar Rp231.195.845,00, sedangkan saldo di bank berdasarkan rekening koran sebesar Rp200.000.000,00 dan saldo kas tunai Rp6.250.000,00. Sehingga terdapat selisih kurang kas Rp24.945.845,00 (Rp231.195.845,00-Rp200.000.000,00-Rp6.250.000,00).

Atas kekurangan kas tersebut, Bendahara Pengeluaran menyatakan Rp22.300.000,00 dipinjam pegawai dan Rp2.645.845,00,- untuk keperluan pribadi bendahara tersebut. Selanjutnya, pada tanggal 17 Maret 2020, bendahara telah mengembalikan kekurangan kas tersebut ke kas Dinas KPPP, sesuai surat keterangan pengembalian uang persediaan oleh Bendahara.

Namun catat BPK, bukti surat pertanggungjawaban diragukan kebenarannya pada Dinas Dukcapil. Ini berdasarkan pemeriksaan kas pada Bendahara Pengeluaran Dinas Dukcapil menunjukkan bahwa, sisa kas di BKU Rp112.689.751,00, sedangkan sisa uang di bank menurut rekening koran Rp86.500.000,00, uang kertas beserta logam sebesar Rp3.833.200,00, materai sebesar Rp30.000,00, SPJ atas tagihan rekening listrik bulanan sebesar Rp6.149.567,00, SPJ atas biaya internet bulanan sebesar Rp2.207.000,00 dan bon pinjaman sementara untuk biaya perjalanan dinas Rp14 juta, sehingga terdapat selisih lebih Rp30.016,00.

Bendahara Pengeluaran Dinas Dukcapil menyatakan, adanya selisih tersebut dikarenakan bon pinjaman sementara untuk perjalanan dinas bukan yang sebenarnya. Bon tersebut dibuat hanya untuk mengklopkan nilai selisih UP. Gawat!